Emas Hijau vs Emas Kuning: Komitmen Bupati Sigi yang Bikin Danau Lindu Benar-benar Bikin Rindu

Bupati Sigi, Moh Rizal Intjenae menyampaikan laporan pada pembukaan Festival Danau Lindu 2025 di Venue Utama Festival Danau Lindu, Desa Tomado, Lindu, Sigi, Jumat (18/7/2025). (bmzIMAGES/basri marzuki)
Bupati Sigi, Moh Rizal Intjenae menyampaikan laporan pada pembukaan Festival Danau Lindu 2025 di Venue Utama Festival Danau Lindu, Desa Tomado, Lindu, Sigi, Jumat (18/7/2025). (bmzIMAGES/basri marzuki)

pojokSIGI | Di atas panggung berlatar Danau Lindu, suara tegas Bupati Sigi Moh Rizal Intjenae menggema di antara hiruk-pikuk pengunjung Festival Danau Lindu 2025.

“Yang dibutuhkan di Sigi adalah emas hijau, bukan emas kuning,” tegasnya di venue utama Desa Tomado, Jumat (18/7/2025).

Kalimat sederhana itu mengandung filosofi mendalam yang menjadi jiwa dari festival yang digelar untuk kelima kalinya ini.

Bukan sekadar retorika politik, penegasan mantan Ketua DPRD Kabupaten Sigi itu langsung ditepuktangani oleh hadirin. Mereka yang kesehariannya bergelut dengan isu lingkungan dan pelestarian alam sudah pasti mengangguk setuju, namun yang mengejutkan adalah respons mereka yang hanya “paham bagaimana mendapatkan sesuap nasi”—rakyat kecil yang mata mereka berbinar mendengar ketegasan itu.

Ketika Rakyat Kecil Paham Lingkungan

Ada sesuatu yang menarik dari reaksi spontan masyarakat biasa terhadap komitmen lingkungan yang disampaikan Bupati Rizal. Mereka tidak perlu gelar sarjana atau latar belakang aktivis lingkungan untuk memahami bahwa kerusakan alam pada akhirnya akan memukul mereka yang hidupnya pas-pasan.

Seorang ibu penjual pisang goreng di luar arena festival mengangguk-angguk ketika mendengar pidato Bupati itu. “Betul pak, kalau hutan rusak, air bersih susah, tanaman juga susah tumbuh. Kami yang kecil ini yang paling susah,” katanya dengan bijak yang lahir dari pengalaman hidup.

Inilah yang membuat komitmen “emas hijau” Bupati Rizal bukan hanya populis, tetapi populer dalam arti sesungguhnya—dipahami dan didukung oleh rakyat dari berbagai kalangan.

Cagar Biosfer yang Menjadi Tumpuan Dunia

Penegasan Bupati Rizal memiliki landasan yang kuat. Kabupaten Sigi, dengan lebih dari 70 persen wilayahnya berupa hutan, telah diakui sebagai salah satu cagar biosfer dunia. Statusnya bukan sekadar prestise, tetapi tanggung jawab besar sebagai penyuplai oksigen dan penyeimbang emisi karbon.

“Sigi dalam kedudukannya menjadi tumpuan bagi apa saja kebaikan yang bisa diwariskan kepada generasi mendatang,” kata Bupati Rizal dengan mata yang menatap jauh ke kerumunan pengunjung yang memadati arena Festival Danau Lindu.

Kabupaten Sigi adalah salah satu dari hanya sembilan kabupaten di Indonesia yang memiliki visi lestari nan hijau. Sebuah kebanggaan yang sekaligus beban moral untuk membuktikan bahwa pembangunan ekonomi dan pelestarian alam bisa berjalan beriringan.

Festival yang Berbeda: Edukasi dalam Hiburan

“Kita memang butuh uang untuk mensejahterakan rakyat, tapi kita juga tidak ingin atas nama kesejahteraan sesaat lalu kita mengorbankan masa depan generasi kita,” tegas Bupati Rizal. Prinsip ini yang membuat Festival Danau Lindu 2025 berbeda dari tahun-tahun sebelumnya.

Momentum Festival Dana Lindu 2025 yang digelar tiga hari mulai Jumat hingga Minggu (18-20 Juli 2025) yang disebut-sebutnya berbeda dengan festival sebelumnya, selain menampilkan atraksi seni dan budaya, isu lingkungan dan alam menjadi bagian integral dari festival. Anda tidak boleh buang sampah sembarangan. Anda tidak boleh memanfaatkan ruang-ruang tertentu dengan cara merusak alam.

Yang unik, pengunjung mendapat edukasi lingkungan sambil menonton pertunjukan. Mereka disuguhi cerita inspiratif ketika menjelajah di sekitar Danau Lindu. Festival bukan hanya tempat bersenang-senang, tetapi juga menjadi sekolah alam terbuka.

Pariwisata Partisipatif: Home Stay, Bukan Hotel Berbintang

Visi pariwisata Bupati Rizal sangat jelas: bersahabat dengan alam dan manusiawi dengan pendekatan partisipatif berakar tradisi dan budaya. Ia sepakat dengan Gubernur Sulteng Anwar Hafid tentang konsep pengembangan wisata Lindu.

“Saya setuju dengan pak Gubernur Anwar Hafid, kita tidak harus membangun hotel berbintang lima di Lindu ini. Kita cukup mendorong warga setempat untuk membuat home stay di rumah masing-masing,” katanya.

Konsep ini bukan hanya ramah lingkungan, tetapi juga memberdayakan ekonomi rakyat secara langsung. Ketika pengunjung datang dan menginap di home stay milik warga, keuntungan langsung masuk ke kantong masyarakat lokal. Bukan ke korporasi besar yang membangun hotel mewah.

Pak Salim, salah seorang warga Desa Tomado yang rumahnya dijadikan home stay, tersenyum bangga. “Alhamdulillah, dengan adanya festival ini, rumah sederhana kami bisa memberikan penghasilan tambahan. Tamu-tamu dari kota juga senang karena bisa merasakan langsung kehidupan asli orang Lindu.”

Dukungan Gubernur, Semangat Berlipat

Kehadiran Gubernur Sulteng Anwar Hafid yang secara khusus hadir dan membuka festival memberikan angin segar bagi optimisme Bupati Rizal. “Kehadiran bapak Gubernur Sulteng merupakan dukungan luar biasa. Terus terang, saya makin bersemangat untuk menjadikan Lindu ini sebagai destinasi wisata unggulan di Sulawesi Tengah bahkan nasional dan dunia,” ungkapnya.

Dukungan ini bukan sekadar seremonial, tetapi komitmen nyata untuk mengangkat Lindu sebagai destinasi wisata berkelanjutan. Bupati Rizal optimis bahwa Lindu, dengan garapan baru dalam festivalnya, secara bertahap akan mampu menuju perhelatan yang lebih baik dan besar, tidak hanya dikenal di dalam negeri tetapi juga internasional.

Permintaan Sederhana: Jaga Alam, Rawat Tradisi

Di penghujung laporannya, Bupati Rizal menyampaikan satu permintaan sederhana kepada warga Lindu yang dikenal dengan keterikatan terhadap adat dan tradisi: tetap terus merawat dan menjaga alam.

“Salah satu keunikan dan sekaligus menjadi daya tarik Danau Lindu adalah alam dan tradisi masyarakat. Jika itu sudah rusak, apalagi yang bisa dibanggakan dari Lindu ini?” tanyanya retoris.

Permintaan itu bukan tanpa alasan. Di era global ini, banyak destinasi wisata yang kehilangan identitasnya karena mengejar keuntungan sesaat. Bupati Rizal tidak ingin Lindu mengalami nasib yang sama.

“Lindu Benar-benar Bikin Rindu”

Mengakhir laporannya, Bupati Rizal memberikan quote penutupanya yang dipastikan akan diingat lama: “Marilah kita tetap meneguhkan komitmen untuk tetap menjaga alam kita, merawat tradisi kita agar Lindu benar-benar bikin rindu.”

Permainan kata sederhana itu mengandung makna mendalam. Lindu yang membuat rindu bukan karena fasilitas mewahnya, tetapi karena keaslian alam dan kehangatan tradisinya.

Di tengah hiruk-pikuk pembangunan yang seringkali mengorbankan alam, komitmen “emas hijau” Bupati Sigi menjadi angin segar. Sebuah bukti bahwa masih ada pemimpin yang memahami bahwa warisan terbesar untuk generasi mendatang bukan emas kuning yang bisa habis ditambang, tetapi emas hijau yang akan terus memberikan kehidupan.

Festival Danau Lindu 2025 bukan hanya perayaan budaya, tetapi deklarasi komitmen untuk menjaga keseimbangan antara kemajuan dan kelestarian. Dan di sinilah letak keindahan sejati dari “emas hijau” yang dikumandangkan Bupati Sigi di tepi Danau Lindu yang damai itu. (bmz)

Berita Terkait

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *