Permandian Alam Bionga: Dari Mata Air yang Segar Menjadi Penggerak Ekonomi Warga

Sejumlah warga mandi di kolam permandian alam Bionga, Desa Kaleke, Sigi, Sulawesi Tengah, Sabtu (5/7/2025). Kawasan wisata alam yang dikelola oleh warga setempat dan dibuka sejak 2020 itu menjadi pilihan berlibur warga sekitarnya karena selain kejernihan air yang bersumber dari mata airnya juga karena keasrian panorama alam sekitarnya yang rimbun oleh pepohonan. (bmzIMAGES/Basri Marzuki)
Sejumlah warga mandi di kolam permandian alam Bionga, Desa Kaleke, Sigi, Sulawesi Tengah, Sabtu (5/7/2025). Kawasan wisata alam yang dikelola oleh warga setempat dan dibuka sejak 2020 itu menjadi pilihan berlibur warga sekitarnya karena selain kejernihan air yang bersumber dari mata airnya juga karena keasrian panorama alam sekitarnya yang rimbun oleh pepohonan. (bmzIMAGES/Basri Marzuki)

pojokSIGI | Air yang jernih mengalir perlahan dari mata air di balik rerimbunan pepohonan, menciptakan gemericik yang menenangkan jiwa. Di tengah hijaunya Desa Kaleke, Kabupaten Sigi, tersembunyi sebuah permandian yang telah mengubah kehidupan ekonomi masyarakat sekitarnya. Inilah Permandian Bionga, bukti nyata bagaimana potensi alam yang sederhana bisa menjadi sumber pendapatan berkelanjutan bagi warga desa.

Dari Mata Air Sederhana Menuju Peluang Ekonomi

Sebutlah namanya Pak Usman, warga Desa Kaleke yang sudah berusia 65 tahun, masih ingat betul ketika Bionga hanya berupa mata air sederhana yang dikelilingi rerimbunan pepohonan. “Dulu, mata air ini hanya untuk keperluan sehari-hari warga,” katanya sambil duduk di tepi kolam yang kini sudah direnovasi dengan rapi.

Perubahan terjadi ketika beberapa warga mulai melihat potensi wisata dari keindahan alam di sekitar mata air. Air yang jernih dan suasana yang sejuk mulai menarik perhatian orang-orang dari luar desa.

“Awalnya hanya orang-orang dari desa sebelah yang datang untuk mandi dan piknik,” kenang Pak Usman. “Tapi lama-lama, orang dari Palu dan Donggala juga mulai berdatangan. Kami sadar, ini bisa menjadi peluang ekonomi.”

Inovasi yang Mengubah Segalanya

Tahun 2020 menjadi titik balik bagi Permandian Bionga. Pemerintah desa, melihat potensi besar yang dimiliki mata air ini, memutuskan untuk merenovasinya menjadi kolam permandian yang layak dan nyaman untuk umum.

Pemerintah desa tidak ingin mengubah keaslian air ini. Renovasi hanya dilakukan untuk membuat kolam yang lebih besar dan aman, sekaligus membuka peluang ekonomi bagi warga.

Kolam yang kini berkedalaman sekitar satu meter—sebatas dada orang dewasa—dibangun dengan mempertahankan sirkulasi air alami. Air terus mengalir dari mata air, memastikan kesegaran dan kejernihan tetap terjaga.

Yang menarik, renovasi ini tidak hanya fokus pada aspek wisata, tetapi juga pada pemberdayaan ekonomi masyarakat. Pemerintah desa sengaja menyediakan ruang bagi warga untuk mengembangkan usaha kecil di sekitar permandian.

Menciptakan Peluang di Balik Kesederhanaan

Setiap pagi, ketika matahari baru menyinari permukaan air, Bionga sudah mulai ramai dikunjungi. Bukan hanya warga lokal, tetapi juga orang-orang dari Palu, Donggala, bahkan daerah yang lebih jauh. Mereka datang dengan berbagai tujuan—ada yang sekadar ingin menyegarkan diri, ada yang ingin piknik bersama keluarga, ada pula yang mencari suasana tenang untuk relaksasi.

“Setiap hari libur, pengunjung bisa mencapai ratusan orang,” cerita seorang warga yang kini mengelola usaha warung di sekitar permandian. “Ini membuka peluang besar bagi kami untuk berbisnis.”

Melihat antusiasme pengunjung, banyak warga yang kemudian terjun ke dunia kewirausahaan. Mereka mulai membuka berbagai usaha kecil yang mendukung kebutuhan pengunjung.

“Dulu saya hanya ibu rumah tangga biasa. Sekarang saya punya penghasilan tetap dari warung. Bahkan bisa menyekolahkan anak-anak sampai tingkat yang lebih tinggi,” akunya.

Ekosistem Ekonomi yang Berkelanjutan

Yang menarik dari Bionga bukan hanya soal airnya, tetapi bagaimana tempat ini telah berkembang menjadi ekosistem ekonomi yang melibatkan masyarakat sekitarnya. Di sekitar kolam, berjejer pedagang kecil yang menjual berbagai camilan khas daerah.

Pisang goreng hangat, mie siram pedas. Belum lagi siomai dan rupa kuliner jajanan lainnya. Omzet hariannya bisa mencapai Rp300-500 ribu, terutama di akhir pekan.

Usaha penyewaan ban pelampung juga menjadi sumber pendapatan yang cukup menjanjikan. Seorang palku usaha penyewaan mengaku bisa meraup keuntungan Rp200-300 ribu per hari dari penyewaan ban dengan harga yang sangat terjangkau: ban ukuran kecil Rp5.000, sedang Rp10.000.

Tidak hanya itu, bisnis ruang bilas dengan tarif Rp2.000 hingga Rp5.000 juga memberikan kontribusi ekonomi yang signifikan. Bahkan usaha jasa parkir dan penjualan souvenir sederhana turut mewarnai aktivitas ekonomi di sekitar Bionga.

Kehidupan yang Bergantung pada Air

Bagi masyarakat Desa Kaleke, Bionga bukan hanya tempat wisata atau permandian. Mata air ini adalah sumber kehidupan Sebagian mereka sehari-hari. Air jernih yang mengalir digunakan untuk minum, mencuci, bahkan mencuci kendaraan.

“Air ini tidak pernah kering, bahkan di musim kemarau paling panjang sekalipun,” kata Pak Usman dengan bangga. “Leluhur kami bilang, air ini adalah berkah yang harus dijaga.”

Kesadaran masyarakat untuk menjaga kelestarian mata air ini sangat tinggi. Mereka menerapkan aturan ketat: tidak boleh menggunakan sabun atau sampo di dalam kolam, tidak boleh membuang sampah sembarangan, dan tidak boleh membuang popok bayi.

“Kami tidak mau air ini tercemar,” tegas Pak Usman. “Ini bukan hanya untuk generasi sekarang, tapi juga untuk anak cucu kita.”

Perjalanan Menuju Destinasi Wisata Ekonomi

Untuk mencapai Bionga, pengunjung harus menempuh perjalanan sekitar 21 kilometer dari Kota Palu. Dengan kendaraan bermotor, perjalanan memakan waktu sekitar 40 menit melalui jalur yang cukup menantang namun menyajikan pemandangan alam yang memukau.

“Perjalanan ke sini memang tidak mudah, tapi sebanding dengan pengalaman yang didapat,” kata Bu Ratna sambil menikmati sejuknya air Bionga. “Pemandangan sepanjang jalan indah, udaranya segar, dan harga semua fasilitas di sini sangat terjangkau.”

Model Pengelolaan yang Inspiratif

Keberhasilan Bionga sebagai destinasi wisata sekaligus sumber ekonomi masyarakat tidak terlepas dari model pengelolaan yang unik. Pemerintah desa tidak menerapkan sistem sewa atau tender untuk usaha di sekitar permandian, melainkan memberikan kesempatan yang sama kepada semua warga dengan catatan mematuhi setiap aturan yang ditetapkan.

Aturan yang dimaksud meliputi menjaga kebersihan lingkungan, tidak menggunakan sabun atau sampo di dalam kolam, tidak membuang sampah sembarangan, dan menjaga ketertiban umum. Sanksi bagi yang melanggar adalah teguran hingga pencabutan izin usaha.

Konsepnya adalah gotong royong. Semua warga mendapat manfaat ekonomi, tetapi juga bertanggung jawab menjaga kelestarian alam.

Model pengelolaan ini terbukti efektif. Tidak ada konflik kepentingan antarwarga, dan setiap orang merasa memiliki Bionga. Hasilnya, tempat ini tetap bersih, nyaman, dan lestari meski dikunjungi ratusan orang setiap harinya.

Dampak Ekonomi yang Nyata

Dampak ekonomi kehadiran Bionga sangat terasa bagi sebagian masyarakat Desa Kaleke. Sedikitnya 30 keluarga kini menggantungkan sebagian atau seluruh penghasilan mereka dari aktivitas wisata di Bionga.

Dulu, mayoritas warga hanya mengandalkan pertanian dan perkebunan. Sekarang, ada diversifikasi ekonomi. Ada yang berjualan makanan, menyewakan ban, mengelola parkir.

Rata-rata penghasilan warga dari usaha di sekitar Bionga mencapai Rp2-5 juta per bulan, tergantung jenis usaha dan musim kunjungan. Angka ini signifikan mengingat rata-rata penghasilan petani di desa tersebut sebelumnya hanya sekitar Rp1-2 juta per bulan.

Rencana Pengembangan yang Berkelanjutan

Melihat potensi besar yang dimiliki, pemerintah daerah mulai memasukkan Bionga dalam peta wisata Kabupaten Sigi. Pembangunan akses jalan yang lebih baik dan fasilitas yang lebih lengkap telah direalisasikan dengan tetap mempertahankan konsep pemberdayaan masyarakat.

Kini Bionga menjadi destinasi wisata yang lebih baik, tapi tanpa menghilangkan peran masyarakat sebagai pengelola utama. Masyarakat Desa Kaleke juga berharap Bionga tetap terjangkau dan tidak kehilangan identitas lokalnya. Mereka berkomitmen untuk terus mengelola destinasi ini dengan prinsip gotong royong dan kekeluargaan.

Bionga telah membuktikan bahwa dengan pengelolaan yang tepat dan pelibatan masyarakat yang optimal, potensi alam sederhana bisa menjadi kekuatan ekonomi yang luar biasa. Di sini, air bukan sekadar air, melainkan simbol harapan, kesejahteraan, dan kemandirian ekonomi masyarakat desa.

Kisah Bionga adalah inspirasi bagi desa-desa lain di Indonesia yang memiliki potensi serupa. Bahwa pembangunan ekonomi tidak selalu harus mengandalkan investasi besar atau teknologi canggih. Terkadang, yang dibutuhkan hanyalah kreativitas, gotong royong, dan keberanian untuk melihat peluang di balik kesederhanaan. (bmz)

Berita Terkait

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *